Kota Bengkulu — Dalam beberapa pekan terakhir, publik Bengkulu kembali digugah oleh jalannya proses hukum yang menimpa Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Sidang perkara dugaan gratifikasi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menyedot perhatian luas, bukan semata karena posisi strategis terdakwa, namun karena gema kasus ini menggema hingga ke jantung politik Partai Golkar di Provinsi Bengkulu.
Di tengah persidangan yang tengah berjalan, aroma kontestasi politik mulai menguar. Momentum hukum ini tampaknya dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk merancang langkah strategis dalam perebutan kursi Ketua DPD I Partai Golkar Bengkulu. Partai berlambang pohon beringin itu, yang kini dikomandoi oleh Bahlil Lahadalia di tingkat pusat, direncanakan menggelar Musyawarah Daerah (Musda) dalam waktu dekat. Dan dari sanalah berbagai manuver politik mulai bermunculan.
Salah satu nama yang kini tengah disorot adalah Gusril Pausi, Bupati Kaur yang dikenal sebagai figur potensial dan kader Golkar yang moncer di wilayahnya. Nama Gusril tiba-tiba menjadi buah bibir dan diseret dalam pusaran isu, meski keterlibatannya belum terbukti secara hukum. Sebagian pihak menilai bahwa kemunculan namanya dalam persidangan lebih bernuansa politis ketimbang yuridis.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam salah satu sidang, disebutkan bahwa nama Gusril terlontar saat Majelis Hakim mempertanyakan alasan hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, padahal sejumlah saksi dinilai memiliki potensi kuat untuk ditindaklanjuti secara hukum. Di sinilah muncul dugaan bahwa langkah-langkah penyidikan masih menyimpan teka-teki besar.
Fakta lain yang juga tak bisa diabaikan adalah bahwa sejumlah saksi yang diperiksa merupakan figur-figur politik yang saat itu mencalonkan diri dalam Pilkada 2024. Selain Gusril Pausi, ada juga nama Choirul Huda (eks Calon Bupati Mukomuko), serta nama-nama seperti Erwinsyah Oktavian (Bupati Seluma Nonaktif), Zurdi Nata (Bupati Kepahiang), dan Kopli Ansori (Bupati Lebong Nonaktif) yang disebut-sebut mengantongi rekomendasi Partai Golkar.
Namun, yang menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak termasuk LSM antikorupsi adalah absennya nama Sekretaris DPD I Golkar Bengkulu, Samsu Amanah, dari daftar pihak yang diperiksa secara intensif. Padahal, posisi sekretaris dalam struktur partai sangat strategis, memiliki peran penting dalam pengelolaan organisasi, termasuk dalam urusan strategi dan logistik pemenangan Pilkada.
“Apakah mungkin seorang sekretaris partai tidak mengetahui sama sekali alur dukungan maupun kontribusi yang terjadi selama proses Pilkada? Ini patut menjadi pertanyaan publik,” ujar Feri Sapran Edi, Ketua Organisasi Masyarakat Pemerhati Korupsi (GMPK) Bengkulu.
GMPK, yang dibentuk oleh eks pimpinan KPK Bibit Samad Rianto, secara tegas mendesak agar penyidik KPK tidak setengah hati dalam mengungkap kasus ini. “Penegakan hukum harus menyeluruh dan objektif. Tidak boleh ada yang dilindungi,” tambah Feri.
Sementara publik terus menyimak, panggung politik di internal Partai Golkar Bengkulu justru semakin memanas. Dugaan politisasi hukum, manuver perebutan kekuasaan, dan pengaburan fakta, semua berpadu dalam satu dinamika yang membuat garis batas antara hukum dan politik makin kabur.
Satu hal yang pasti: mata publik kini tidak hanya tertuju pada proses hukum di ruang sidang, tetapi juga pada panggung politik yang tengah dipersiapkan di balik layar.
Penulis : Red